Sejarah Tanaman Obat
Penggunaan tanaman sebagai obat-obatan telah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Para ahli kesehatan bangsa Mesir Kuno pada 2500 tahun sebelum masehi telah menggunakan tanaman obat sebagai bahan-bahan untuk mengatasi penyakit yang sedang mereka alami saat itu. Besarnya resep penggunaan produk tanaman untuk pengobatan berbagai penyakit, gejala-gejala penyakit, dan diagnosisnya tercantum dalam Papyrus Ehers.
Bangsa yunani kuno juga banyak menyimpan catatan mengenai penggunaan tanaman obat, seperti Hyppocrates (466 tahun sebelum masehi), Theophrastus (372 tahun sebelum masehi) dan Pedanios Dioscorides (100 tahun sebelum masehi) yang membuat himpunan keterangan terinci mengenai ribuan tanaman obat dalam De Materia Medica.
Di Indonesia, pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan juga telah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Tetapi, penggunaannya belum terdokumentasi dengan baik. Pada pertengahan abad XVII, seorang botanikus bernama Jacobus Rontius (1592-1631) mengumumkan khasiat tumbuh-tumbuhan dalam bukunya De Indiae Untriusquere Naturali et Medica. Meskipun hanya 60 jenis tumbuh-tumbuhan yang diteliti , tetapi buku ini merupakan dasar dari penelitian tumbuh-tumbuhan obat oleh N.A Van Rheede tot Draakestein (1637-1691) dalam bukunya Hortus Indicus Malabaricus.
Pada tahun 1888, di Bogor didirikan Chemis Pharmacologisch Laboratorium sebagai bagian dari Kebun Raya Bogor dengan tujuan menyelidiki bahan atau zat-zat yang terdapat dalam tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat-obatan. Selanjutnya, penelitian dan publikasi mengenai khasiat tanaman obat-obatan semakin berkembang.
Simplisia Tanaman Obat
Gunawan dan Mulyani (Penebar Swadaya, 2004) menjelaskan bahwa simplisia merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Sementara, menurut Departemen Kesehatan RI, simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, kecuali dinyatakan lain (umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan).
Simplisia dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelican atau mineral.
1. Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura folium dan Piperis nigri Fructus. Sedangkan, eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat anda bahan-bahan nabati lainnya, yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya.
2. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna, yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris Aselli) dan madu (Mel depuratum).
3. Simplisia Pelikan atau Mineral
Simplesia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah anda telah diolah dengan cara sederhana, namun belum berubah menjadi bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga.
Pemberian Nama Simplisia
Berdasarkan penggolongan simplisia, dapat disimpulkan bahwa simplisia tanaman obat termasuk dalam golongan simplisia nabati. Secara umum, pemberian nama atau penyebutan simplisia didasarkan atas gabungan nama spesies diikuti dengan nama bagian tanaman.
Contoh : merica dengan nama spesies Piperis albi, maka nama simplisianya disebut Piperis albi Fructus. Fructus menunjukkan bagian tanaman yang artinya buah.
Untuk lebih lengkapnya, perhatikan tabel pemberian nama atau penyebutan simplisia
Tabel nama latin dari bagian tanaman yang digunakan dalam tata nama
Nama Latin
|
Bagian Tanamn
|
Radix
|
Akar
|
Rhizome
|
Rimpang
|
Tubera
|
Umbi
|
Flos
|
Bunga
|
Fructus
|
Buah
|
Semen
|
Biji
|
Lignum
|
Kayu
|
Cortex
|
Kulit Kayu
|
Caulis
|
Batang
|
Folia
|
Daun
|
Herba
|
Seluruh Tanaman
|